Pertama mari kita bahas biodata
Drs.H. Mohammad Hatta....
Dr.(H.C.) Drs.
H. Mohammad Hatta
(populer sebagai Bung Hatta, lahir di Fort de Kock (kini Bukittinggi), Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal
di Jakarta,
14 Maret 1980
pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden
Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada
tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi
Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya
sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator
kemerdekaan Indonesia.
Nama yang diberikan oleh
orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya
bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia
Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah
Kusir, Jakarta.
Namanya pun diabadikan sebagai
nama Bandar Udara di Jakarta yaitu Bandar Udara Soekarno Hatta
Selain diabadikan di Indonesia nama Mohammad Hatta juga
diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan
Haarlem dengan nama Mohammed
Hattastraat terpampang di papan nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder
yang dibangun pada tahun 1987. Pemberian nama ini
ditetapkan oleh pejabat Walikota R.H
Claudius dengan alasan bahwa Hatta merupakan tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia yang pernah menimba ilmu di Belanda serta merupakan aktivis Indonesia.
Selanjutnya
mari kita bahas mengenai perjuangan dari Drs. H. Mohammad Hatta.
Saat berusia 15 tahun,
Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong
Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta
mulai menimbun pengetahuan perihal
perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca
berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang
tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran
Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.
Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena
kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah
seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.
"Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan
suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat
itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian
dan membakar semangat," aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis
partai Sarekat Islam;
anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda,
Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Pada usia 17 tahun,
Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia
bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School.
Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya
dimuat dalam majalah Jong Sumatera, "Namaku Hindania!" begitulah
judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin
lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian
meminangnya. "Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku
dan menyia-nyiakan anak-anakku," rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah
dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai
Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal
Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB:
Bahder Djohan. Saban Sabtu,
ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota,
mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula
mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder
Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun
sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan
perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan.
Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang
Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin
kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus
berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia
dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun
1922,
terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki
yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang
runtuh memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta
pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial
tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat
kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan
Hatta.
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September
1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat
itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya,
Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan
pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging
semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes
Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran
akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta,
tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi
penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia
Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi
informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak
ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.
Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau
ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi
aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski
masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan
di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari
sanalah mereka semua berasal.
Hatta mengawali karier pergerakannya di Indische
Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu
berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische
Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum
suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika
itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi
Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie
menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik.
Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan
bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau
Nederland Indie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung
dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah
ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam
organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya
dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia
Free.
Pada tahun 1932 Hatta kembali ke
Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia
yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses
pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan
Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934.
Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda
selama 6 tahun.
Pada tahun 1945, Hatta secara
aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari
setelah ia dan bung karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena
peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia.
Bung Hatta adalah tokoh pahlawan berprinsip teguh
loh...
Yuk, kita bahas....
Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan
penuh ide ini memegang teguh prinsip yang diyakininya. Sebagai contoh adalah
prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat membantu perbaikan kehidupan
bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status Indonesia sebagai negara
kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Beliau
ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang memihak pada
golongan tertentu saja.
Keteguhan Pak Hatta dalam memegang prinsip bukan
semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa.
Ketika beliau berseberangan prinsip dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat
itu, beliau rela mengundurkan diri guna mempertahankan kesatuan bangsa.
Bung Hatta Seorang Pahlawan
yang Berjuang Tanpa Kekerasan
Bung Hatta yang lembut hati,
selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang
digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari pada melawan
dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan
negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan
nasib bangsa. Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta
pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan. Walaupun Bung Hatta tidak
setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang
tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui.
Misalnya saja, Bung Hatta yang
sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-hal yang berbau duniawi
yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang. Tapi bukan berarti dia
lalu membenci orang-orang asing. Beliau memiliki banyak teman bangsa asing dan
banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin, etos kerja positif) yang
beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Sikap ini menyebabkan Bung Hatta dihormati
oleh semua orang: kawan atau pun lawan.
Bung Hatta Selalu Berusaha
Sebaik Mungkin
Bung Hatta selalu berusaha
melakukan yang terbaik dalam segala hal, misalnya dengan bersikap hati-hati dan
melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
dilakukan dengan sepenuh hati, dan direncanakannya dengan sebaik mungkin agar
memperoleh hasil yang maksimal.
Semua pidato dan kata-kata
beliau untuk publik pun disiapkan secara profesional. Keputusan-keputusan
diambil setelah sebelumnya dipikirkan dengan saksama dan didukung dengan data
dan informasi yang cukup. Beliau tidak menginginkan terjadinya kegagalan yang
disebabkan kecerobohan atau pun karena kurang persiapan.
Jadi kesimpulannya
yakni..,
Bung
Hatta telah memberikan kita banyak teladan penting yang bisa kita
aktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bung Hatta telah
memperlihatkan sosoknya sebagai negarawan sejati. Tidak pernah memaksakan
kehendaknya, meskipun itu diyakininya benar. Bung Hatta berpikir dan bertindak
sebagai pendekar demokrasi yang berupaya memberikan pencerdasan kepada
bangsanya. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa bung hatta adalah sosok pemimpin
yang patut dicontoh. Namun mengapa Bung Hatta yang lain sulit kita temukan
kembali? Apakah sosok Bung Hatta terlalu ideal bagi para negarawan-negarawan
kita??
Refrensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar